|
gambar sekadar hiasan (^_^) santai |
Dakwah adalah suatu
kewajiban yang telah Allah swt pesankan kepada seluruh ummat manusia yang
beragama Islam. Tidak terbagi apakah dia laki-laki ataupun perempuan. Dakwah
juga tidak terbatas oleh tempat dan waktu. Dakwah juga tidak dibatasi oleh
wasilah yang digunakan untuk menyampaikan seruan Allah swt. Dakwah adalah
kewajiban mulia yang dijalankan oleh para Nabi dan Rasul, lalu dilanjutkan oleh
para pewarisnya dari kalangan para ulama dan kaum muslim semuanya.
Salah satunya adalah metode
dakwah ialah yang disebut dengan debat (jidal), yang tak lain adalah suatu cara
untuk berdakwah dan itu diperbolehkan Allah swt, sebagaimana yang
disampaikan-Nya dalam al-Qur’an,
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang
baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik” (an-Nahl [16]: 125)
Selain memperbolehkan
wasilah debat ini, Allah swt dan rasul-Nya pun telah menentukan aturan-aturan
dalam melakukan debat ini. Secara garis besar anjuran debat dalam Islam ini
adalah :
1. Debat dilakukan dalam
tataran ide yang sedang diperdebatkan
Debat dilakukan dengan
menyerang dan menjatuhkan argumentasi-argumentasi yang batil, lalu
memberikan argumentasi-argumentasi yang jitu dan benar, berdasarkan
kajian hingga sampai pada suatu kebenaran. Karena itu, seperti telah disebut,
debat mengandungi dua sifat, iaitu merobohkan dan membangun; menjatuhkan dan
menegakkan argumentasi-argumentasi.
Di antara teladan cara debat
yang diajarkan al-Quran adalah:
Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya
(Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan
(kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan:
“Tuhanku
ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” orang itu berkata: “Saya dapat menghidupkan
dan mematikan”. Ibrahim berkata: “Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari
timur, maka terbitkanlah dia dari barat,” lalu heran terdiamlah orang kafir
itu; (QS al-Baqarah [2]: 258)
(maka berdebat dengan orang
kafir untuk menyatakan kebenaran Islam itu dibenarkan)
2. Debat dilakukan dengan
cara yang baik (ahsan) sebagaimana yang diperintahkan Allah
Maksudnya dilakukan dengan menggunakan
dalil yang sama, iaitu al-Qur’an dan al-Hadits. Bukan berdalilkan pada
“pokok”nya, atau “kata”nya, ataupun dengan akal pikiran. Kalaupun menggunakan
akal, maka haruslah dengan menggunakan pemikiran yang rasional, bukan
persangkaan ataupun firasat.
“Barangsiapa yang beriman pada Allah dan hari akhir maka hendaklah berkata
baik atau lebih baik diam”(HR.Bukhari,Muslim)
“Amma ba’du: ‘sesungguhnya perkataan yang paling benar adalah kitabullah, dan
sebaik-baik petunjuk, adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
‘(HR. Tirmidzi, Ibnu Majah)”
3. Menghindari berkata
yang buruk, keji, mencaci atau memaki individu
Ketika berdebat, kita
benar-benar harus mengingat bahwa yang kita debat adalah idea yang disampaikan,
bukan individu yang menyampaikan, sehingga kita tidak boleh menyerang secara
individual dan menggunakan kata-kata yang tidak mencerminkan keimanan kepada
Allah.
“Bukanlah
seorang mukmin jika suka mencela, melaknat dan berkata-kata keji” (HR.
Tirmidzi)
4. Tidak mencari-cari
perdebatan atau senang dengan perdebatan
Al-Qur’an telah menjadikan
debat sebagai salah satu cara dalam menyampaikan kebenaran Islam, tapi bukan
bererti al-Qur’an memerintahkan kita untuk senang dalam berdebat atau
mencari-cari perdebatan.
Seorang mukmin seharusnya memahami bahwa perdebatan adalah
salah satu bahagian dari dakwah dan jalan terakhir dalam dakwah.
“Dan
taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang
menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah.
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (al-Anfaal [8]: 46)
(amat jauh sekali debat yang
dilaksanakan oleh siaran liga ilmu : debat ustzah pilihan vs imam muda, sama
sekali tidak bertepatan dengan aturan yang Islam gariskan, kerana membincangkan
isu yang tidak patut di perdebatkan melainkan cukup dahulu hanya untuk
diforumkan / diskusi.)
5. Perhatikan siapa yang
menjadi partner debat
Pertama-tama kali yang harus
diperhatikan adalah siapa partner debat atau diskusi kita, kerana partner debat
seharusnya seseorang yang memang menginginkan dan mencari kebenaran, bukan hanya menyenangi (suka-suka) untuk berdebat atau menjadikan debat
untuk memperolok-olok agama Islam.
“Tidak
ada satu kaum yang tersesat setelah mendapat petunjuk, melainkan karena mereka
suka berdebat” Kemudian Rasulullah saw membaca ayat: “Mereka tidak memberikan
perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja, sebenarnya
mereka adalah kaum yang suka bertengkar. [Az-Zukhruf [43]: 58]” (HR. Tirmidzi,
Ibnu Majah dan Ahmad)
Selain itu, tidak semua
manusia yang diseru dengan ayat-ayat al-Qur’an akan bertambah keimanannya,
Allah memperingatkan bahawa ada juga yang justeru bertambah kekafirannya ketika
dibacakan ayat-ayat Allah. Maka ayat Allah tidak layak dibacakan untuk orang
seperti ini.
Dan
adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat
itu bertambah kekafiran mereka, di samping kekafirannya (yang telah ada) dan
mereka mati dalam keadaan kafir (at-Taubah [9]: 125)
Dan bila sudah kita pastikan
bahawa partner debat kita adalah termasuk orang munafik ataupun kafir yang
memang bukan mencari kebenaran dalam debat, maka segeralah meninggalkan orang
yang semacam ini lalu beristighfar pada Allah karena kita telah melakukan hal
yang tidak bermanfaat.
“Dan
apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka
tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan
jika setan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk
bersama orang-orang yang lalim itu sesudah teringat (akan larangan itu)” (al-An’am
[6]: 68)
“Dan
sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa
apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan, maka
janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang
lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa
dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik
dan orang-orang kafir di dalam Jahannam” (an-Nisaa [4]: 140)
Maksud “duduk bersama/beserta” adalah berada dalam suatu forum, sehingga
seolah-olah dengan adanya kita disitu menjadi legitimasi dalam proses
memperolok ayat-ayat Allah.
Imam asy-Syafi’i sendiri
berkata perihal berdebat dengan orang semacam ini; “Aku tidak mendebat ahli
kalam kecuali sekali. Dan setelah itupun aku beristighfar kepada Allah dari hal
itu”. Sedangkan Imam Malik berkata; “Termasuk merendahkan dan meremehkan ilmu
jika seseorang membicarakan ilmu di hadapan orang yang tidak mentaati ilmu
itu”.Dan al-Auza’i juga menyampaikan; “Jika Allah menginginkan kejelekan pada
satu kaum, maka Allah akan membuka atas mereka jidal, dan menghalangi mereka
dari beramal.”
(jelas kita lihat dengan tepuk
sorak penonton yang melihat debat imam muda vs ustazah pilihan, suatu perkara
yang dipermainkan)
6. Perhatikan apa yang
akan diperdebatkan
Seorang mukmin tidak akan
menceburkan dirinya dalam perkara-perkara yang seharusnya tidak diperdebatkan,
dalam perkara yang tidak bermanfaat, dan juga dalam perkara-perkara yang tidak
akan meningkatkan keimanan ketika mendebatnya.
Dalam berdebat, kita hanya
boleh membahas hal-hal yang telah Allah perbolehkan untuk menperdebatkannya,
dan menjauhi perkara yang telah dilarang atau dimakruhkan untuk
menperdebatkannya. Termasuk perkara ini adalah mendebat Allah swt dan
ayat-ayat-Nya.
“dan
mereka berbantah-bantahan tentang Allah, dan Dia-lah Tuhan Yang Maha keras
siksa-Nya.”
(ar-Ra’du
[13]: 13)
(tajuk yang dibwa dalam
debat imam muda vs ustazah pilihan, sama sekali tidak patut
diperdebatkan...kerana lelaki dan perempuan saling ada kaitannya...)antara
contoh tajuk yang diperdebatkan : MENJAGA IBU BAPA TANGGUNGJAWAB LELAKI ATAU
PEREMPUAN?
Jadi Kenapa perlu
mempersalahkan di sebelah pihak, dan memenangkan sebelah pihak. Sepatutnya cukup
ia diforumkan mencari jalan penyelesaian dengan masalah yang timbul, dengan
konklusinya sama ada pihak lelaki perlu bertindak begitu, dan pihak perempuan
perlu bertindak begini.
Wallahu ta’ala a’lam.